Recent Posts
Showing posts with label fenomena. Show all posts
Showing posts with label fenomena. Show all posts

Jun 4, 2012

0 comments

7 Amazing Holes in the Earth

When we think of holes, most of us think of digging a hole to plant a flower, drilling a hole to finish a construction project, or even hitting a hole in one at the next golf outing. There are places in the world, however, that give the word ?hole? a whole new meaning. These holes are so large it would be hard to believe they were real if you weren?t able to see them.

KIMBERLEY BIG HOLE, SOUTH AFRICA

Kimberley Big Hole

Kimberly Big Hole, located in South Africa, was a diamond mine over 1,097 meters deep. The mine was closed in 1914 but was later reopened as a tourist attraction. The site is now a major tourist attraction, featuring a bar, small hotel, shops, and eateries – all in the same area that these things would have been located while the mine was active. Workers will be dressed in period garb and visitors will have the opportunity to participate in a simulation complete with dynamite blasts and dusty explosions ? all designed to give visitors a feel for what it was like living in mine town.

GLORY HOLE AT MONTICELLO DAM, CALIFORNIA

Glory Hole at Monticello Dam
The Glory Hole at Monticello Dam is a man made hole designed to help drain water from the reservoir. The sheer size of the hole allows it to drain over 14,440 cubic feet of water every second ? yes, that?s every second! Water that is drained through the hole is shot out at the bottom of the dam. Rumors claim that a woman jumped down the hole thinking she would come out the other end but never lived to tell the tale ? I?ve seen no proof, so take that story or leave it.

BINGHAM CANYON MINE, UTAH

Bingham Canyon Mine
Bingham Canyon Mine, located in Utah, is still an active mine and is considered to be one of the world?s most productive. The canyon was originally discovered in 1850 and mining began in 1863, at which point it became apparent how valuable the site actually is. The mine produces millions of ounces s of valuable metals, including copper, gold, silver, and molybdenum each year. The Rio Tinto, the owner, is currently committed to a project that will ensure the mine stays open until at least 2013.

GREAT BLUE HOLE, BELIZE

Great Blue Hole
The Great Blue Hole in Belize is located in the center of Lighthouse Reef. The hole itself is a limestone sinkhole. It measures 300 feet across and is well over 400 feet deep. The depth of the water in the hole is why the ?blue hole? appears such a dark color when seen from above. The Great Blue Hole is a very popular tourist attraction for divers who want to explore the stalactites and limestone structures that begin to form around the insides of the hole at approximately 110 feet deep. Don?t forget ? this 400 foot hole used to be above the surface of the ocean!

MIRNY DIAMOND MINE, SIBERIA

Mirny Diamond Mine
The Mirny Diamond Mine is located in Eastern Siberia near a small town known as Mirna. The mine itself is over 525 meters deep and more than 125 kilometers in diameter. The hole is so wide and so deep it is believed to cause a suction effect, which has caused several aircraft accidents in the area. The Mirny Diamond Mine is now considered a no fly zone!

DIAVIK MINE, CANADA

Diavik Mine
The Diavik Diamond Mine in Canada is one of the most amazing diamond mines in the world. It is believed that within the mind are over 90 million carats worth of rough diamonds. They’re contained within three main kimberlite pipes, otherwise known as ore deposits. While the pipes at this mine are considered small, the quality of the diamonds contained within the pipes is above average. The mine is so large, in fact, the owners have built their own private airport at the site. Mining began at the site in 2003 and is expected to continue for at least 15-20 years, if not longer.

SINKHOLE IN GUATAMELA

Sinkhole in Guatemala
In February of 2007, a sinkhole in Guatamela collapsed, killing two children as their home, and dozens of others, were swallowed into the pit. The blame for this astoundingly large hole was placed on a ruptured sewer pipe.
The earth is capable of producing plenty of wonderful and natural anomalies. Take a look around and, if you?re in the area, stop by to see one of these incredible sites.
( Labels: , ) Read more

Jun 2, 2012

0 comments

Rekaman Video Gletser Es Terbalik

Sebuah rekaman yang menunjukkan potongan gunung es terbalik di perairan Amerika Selatan jadi populer di internet. 


Momen luar biasa itu terekam oleh turis-turis asal Israel yang beruntung berhasil menangkap adegan menakjubkan tersebut dari sebuah catamaran (kapal dengan dua palka).

Dalam rekaman tersebut, terlihat bahwa bagian bawah gunung es tiba-tiba muncul dari laut, sehingga air menggelegak di pinggirannya.

Keriuhan para turis yang melihat pemandangan ini terdengar di latar belakang saat gunung es terbalik di Taman Nasional Los Glaciares, Argentina.

Osi Baruch, yang merekam kejadian ini, memberi gambaran singkat di videonya di YouTube, dia menjelaskan bagaimana gunungan es tersebut adalah bagian dari Gletser Upsala Argentina.

"Saat kami lewat dengan catamaran, gunungan besar itu hancur (lihat di bagian kanan tenggelam) lalu berbalik dengan suara keras. Proses meleleh ini terjadi setiap saat, hanya jarang terekam video saat kejadian..."

Kejadian ini adalah lepasnya secara tiba-tiba massa es dari gletser.
( Labels: , , ) Read more

Jan 21, 2012

0 comments

Kebangkitan Roh Krakatau dari Dasar Laut


|

Ledakan dahsyat dari bawah laut yang mengawali lahirnya Anak Krakatau terekam pada tahun 1928-1929.
Kebangkitan roh Krakatau itu awalnya dilihat oleh sekelompok nelayan pada suatu sore, 29 Juni 1927. "Dengan suara bergemuruh, gelembung-gelembung gas yang sangat besar mendadak menyembul ke permukaan laut," tulis Simon Winchester (2003), menggambarkan kemunculan gunung baru dari bekas kaldera Krakatau, "Gelembung-gelembung itu meledak menjadi awan-awan yang menyemburkan abu dan gas belerang yang berbau busuk."
Mendengar kabar samar dari warga, pada Januari 1928, geolog Belanda, JMW Nash, datang ke bekas kaldera Krakatau. Dia pun menyaksikan munculnya pulau baru atau lebih persisnya lapisan pasir berbentuk separuh lingkaran sepanjang sekitar 10 meter. Di pusat lengkungan, dia melihat gundukan batuan setinggi 8,93 meter di atas permukaan laut yang masih berasap. Lapisan pasir ini merupakan embrio kelahiran pulau gunung api yang diberi nama: Anak Krakatau. Gundukan yang menjadi pusat semburan itu kemudian terus menyembul ke atas dan menjadi kawahnya.
Kemunculan Anak Krakatau persis dengan ramalan Verbeek. Pada 1885, setelah beberapa kali kunjungan ke Krakatau, dia memperingatkan tentang kemungkinan kebangkitan roh Krakatau, "...jika gunung api ini melakukan aktivitas baru, diperkirakan pulau-pulau akan muncul di tengah cekungan laut yang dikitari oleh puncak Rakata, Sertung, dan Panjang, sebagaimana Pulau Kaimeni muncul dalam Kelompok Santorini, dan persis sebagaimana kawah Danan dan Perbuatan itu sendiri dulu dibentuk di laut di dalam dinding-dinding kawah purba."
Kelahiran kembali Anak Krakatau pasca-kehancuran 1883 menguatkan kisah tentang Proto Krakatau. Spekulasi ini awalnya disampaikan oleh George Adriaan De Neve yang menduga kaldera kuno Krakatau meledak pada abad ketiga masehi. Dia mendasarkan dugaannya pada dokumen sejarah dan deposit vulkanik yang terdapat di bawah laut Selat Jawa.
"Ada bukti bahwa jauh sebelum letusan 1883—barangkali 60.000 tahun yang lalu atau sebelum itu—ada sebuah gunung yang jauh lebih besar yang oleh beberapa orang geolog disebut Krakatau Purba yang mereka yakini setinggi 6.000 kaki dan terpusat di sebuah pulau yang nyaris bundar sempurna, dengan diameter 9 mil," sebut Winchester.
Namun, sebuah letusan dahsyat meluluhlantakkan pulau itu sehingga terbentuk gugusan pulau yang terdiri dari empat buah pulau kecil. Di ujung utara gugusan itu ada dua pulau karang yang rendah dan berbentuk bulan sabit, yang di timur disebut Panjang dan di sebelah barat disebut Sertung. Di dalam lingkaran yang dibentuk kedua pulau tadi, terdapat Polish Hat, yaitu potongan kecil batuan vulkanik, dan sebuah pulau yang terdiri dari tiga puncak, yaitu Rakata di puncak selatan, Danan di bagian tengah, dan Perbuatan di utara.
Keberadaan pulau-pulau ini sebelum letusan 1883 memang tak terbantahkan. Dari laporan-laporan perjalanan penjelajah Barat, pulau-pulau itu dulunya telah dihuni. Kapal Resolution dan Discovery yang dipimpin penjelajah Inggris terkenal, Kapten James Cook, pernah berhenti di Pulau Krakatau dua kali. Kedua kapal itu sedang dalam perjalanan mencari dunia selatan. Seperti yang dicatat oleh kolega Cook, botanikus Joseph Banks, pada Januari 1771, "Di malam hari membuang sauh di bawah pulau tinggi yang di kalangan para pelaut disebut Cracatoa dan oleh orang-orang India Pulo Racatta."
Banks melanjutkan laporannya, "... pagi ini ketika bangun kami melihat ada banyak rumah dan pohon-pohon perkebunan di Cracatoa, jadi barangkali kapal bisa menambah bekal di sini." Enam tahun kemudian Cook kembali singgah di sana dan masih menemukan desa-desa dengan ladang lada dan aneka tanaman lainnya.
Jauh sebelum para geolog berspekulasi soal keberadaan Proto Krakatau, orang-orang Jawa kuno sebenarnya telah memiliki keyakinan tentang keberadaan gunung ini. Bahkan, dalam mitologi Jawa, konon, Pulau Sumatera dan Jawa awalnya masih menyatu. Letusan Krakatau dianggap telah memisahkan daratan ini hingga menjadi dua pulau, seperti dituturkan dalam Kitab Raja Purwa yang ditulis pujangga Surakarta, Ronggowarsito, pada tahun 1869.
Alkisah, daratan Jawa dan Sumatera waktu itu masih menyatu. Suatu ketika, Sri Maharaja Kanwa, yang memimpin tanah Jawa, terbawa angkara dan menikam seorang pertapa yang bernama Resi Prakampa hingga tewas. Seketika itu juga Gunung Batuwara terdengar bergemuruh. Gunung Kapi—nama lama Krakatau—mengimbanginya dengan letusan dahsyat, keluar apinya merah mengangkasa, guruh guntur, air pasang menggelora, lalu datang bencana berupa air bah dan hujan lebat. Nyala api yang merah membara tidak terpadamkan oleh air, malah semakin besar. Gunung Kapi runtuh bercerai-berai masuk ke dalam bumi.
Air laut menggenangi daratan, mencapai Gunung Batuwara atau Gunung Pulosari ke timur hingga Gunung Kamula, Gunung Pangrango atau Gunung Gede, dan ke barat hingga Gunung Rajabasa di Lampung. Ketika laut telah surut kembali, Krakatau dan tanah-tanah di sekitarnya telah menjadi lautan. Di bagian barat laut dinamakan Pulau Sumatera dan di bagian timur dinamakan Jawa.
Narasi dalam Kitab Raja Purwa ini, bagi sebagian ilmuwan Barat hanyalah dongeng yang awalnya dipandang sebelah mata. Kitab ini nyaris tak pernah menjadi rujukan penelitian tentang Krakatau. Namun, belakangan, temuan lapisan endapan yang jauh lebih tua dibandingkan letusan 1883 menguatkan bahwa Krakatau pernah meletus sebelum tahun itu.
"Sebelum pembentukan kaldera 1883, Krakatau minimal dua kali meletus. Kami menemukan dua kelompok hasil letusan kaldera di bawah lapisan endapan yang terbentuk pada tahun 1883, lokasi persisnya di singkapan timur-tenggara Pulau Rakata dan Panjang," kata Sutikno.
Pendataan karbon yang dilakukan oleh Haraldur Sigurdsson tahun 1999 menemukan, di bawah endapan akibat letusan 1883 terdapat endapan yang terbentuk pada tahun 1215 masehi dan 6600 sebelum masehi.
Ahli tsunami, Gegar Prasetya, juga meyakini keberadaan Krakatau Purba yang pernah meletus jauh lebih hebat dibandingkan letusan tahun 1883. Bahkan, tidak menutup kemungkinan "dongeng" tentang pemisahan Jawa dan Sumatera akibat letusan Krakatau itu adalah kenyataan geologi.
Ken Wohletz dari Los Alamos National Laboratory telah membuat simulasi tentang kemungkinan pemisahan Pulau Jawa dan Sumatera itu akibat letusan leluhur Anak Krakatau. Kesimpulannya, letusan super (supereruption) berskala 8 dalam indeks letusan gunung api (volcanic explosivity index /VEI) sebagaimana letusan gunung api super (supervolcano) Toba di Sumatera Utara bisa sangat mungkin pernah terjadi di Krakatau.
Tak gampang membayangkan bagaimana kedahsyatan letusan Proto Krakatau itu, mengingat letusan Krakatau pada 1883 saja sudah sedemikian mengerikan dan menimbulkan petaka tak terperi.
( Labels: , , ) Read more
0 comments

Keindahan yang Berbahaya



Asap solfatara yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau, Selat Sunda, terkumpul dan membentuk awan kecil di atasnya, Rabu (17/8/2011). Di gunung ini, tim Ekspedisi Cincin Api Kompas memfokuskan eksplorasi mengenai suksesi alam. Gunung Anak Krakatau, pada awal kemunculannya tidak dihuni makhluk hidup, kini menjadi habitat berbagai macam flora dan fauna.
Cemara laut (Casuarina Sp) dan barisan pohon keben (Barringtonia Sp) yang hijau meneduhkan pedalaman Pulau Rakata. Di tepian pantai, hamparan kangkung laut (Ipomoea pes-caprae) menutupi pasir. Tiba-tiba terdengar suara gemerisik, seekor biawak cepat-cepat menyelusup ke balik semak-semak. Kehidupan sedemikian semarak di pulau itu.
Tidak terbayangkan, 128 tahun lalu, pulau hijau itu merupakan tanah kosong tanpa kehidupan. Di balik pesonanya, pulau terpencil di Selat Sunda itu menyimpan sejarah kelam. Pada 27 Agustus 1883, Krakatau meletus hebat, menyisakan hanya sepertiga tubuhnya yang kemudian dikenal sebagai Pulau Rakata. Tebaran abu, batu apung, dan material lainnya menyelimuti pulau itu dan memusnahkan kehidupan di atasnya.
Namun, justru letusan dan sejarah Krakatau itulah yang menarik orang dari berbagai penjuru dunia untuk datang. Sejak lama letusan Krakatau ibarat magnet yang menyedot pelancong. Bahkan, pada Mei 1883, saat Krakatau pertama kali meletus, serombongan turis yang penasaran datang ke sana dengan kapal pesiar.
Perusahaan Netherland-Indies Steamship Company yang menawarkan "paket wisata" berlayar ke Krakatau dengan kapal uap Governor General Loudon langsung diserbu calon penumpang. Sebanyak 86 penumpang kapal itu dibawa mengelilingi Krakatau, hanya seminggu setelah Krakatau untuk pertama kalinya meletus pada Mei 1883. Bahkan, kapten kapal GG Loudon, TH Lindeman, menyediakan sebuah perahu kecil agar para peserta dapat menjejakkan kaki di Pulau Krakatau yang tengah menggelegak.
"Pemandangan pulau itu fantastis: pulau itu telanjang dan kering, hutan tropisnya yang kaya telah lenyap, dan asap naik dari pulau seperti keluar dari oven," tulis AL Schuurman, yang turut dalam kapal GG Loudon.
Pemandangan asap yang keluar dari puncak di Krakatau dan hutan lebat yang terbakar akibat letusan memesona kalangan kaya Belanda di Jakarta. Kapal GG Loudon pun rutin membawa penumpang melintas di sekitar Krakatau. Bahkan, saat Krakatau akhirnya meletus hebat dan mengirim tsunami pada 27 Agustus 1883, GG Loudon tengah berada di perairan Selat Sunda membawa 111 penumpang. Kapal ini selamat karena nasib baik.
Sebagaimana riwayat pendahulunya, asap dan batu pijar yang dilontarkan Anak Krakatau saat ini juga menjadi atraksi utama wisata. Sejak muncul tahun 1927, Anak Krakatau menjadi primadona di kompleks kepulauan Krakatau. Bahkan, pariwisata di kawasan Pantai Anyer-Carita hingga Lampung tak akan bergairah tanpa daya dukung Anak Krakatau dan aktivitasnya.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Banten Achmad Sari Alam mengatakan, pada saat gelombang Selat Sunda tidak tinggi dan cuaca cerah, wisatawan dapat diajak melihat panorama Anak Krakatau lengkap dengan lelehan lava pijar ataupun letupan seperti kembang api pada malam hari ketika gunung api tersebut sedang beraktivitas.
Samuel (30) dari Italia datang ke pesisir Pasauran, Banten, bersama tiga temannya, termasuk yang tertarik dengan aktivitas Krakatau. Mereka pernah mendengar tentang sejarah kedahsyatan letusan Krakatau dan menghabiskan sekitar dua hari berkeliling di kawasan itu.
"Kami bisa membayangkan kedahsyatan letusan Krakatau. Apalagi, di Italia, kami juga punya gunung-gunung api dengan letusan besar seperti Etna dan Vesuvius yang mengubur kota Pompeii. Di dunia, nama Krakatau tak kalah terkenal," ujarnya.
Tak hanya di Indonesia, keindahan, sejarah, dan fenomena letusannya membuat gunung-gunung api potensial menjadi tujuan wisata di dunia sejak dulu kala. Haraldur Sigurdsson dari Universitas of Rhode Islands dan Rosaly Lopes-Gautier dari Fet Propulsion Laboratory dalam tulisannya, Volcanoes and Tourism, menyebutkan, pada abad ke-17 dan ke-18, para aristokrat mengunjungi Vesuvius dan Etna sebagai paket tur besar.
Di Eropa, Thomas Cook membuka jalur kereta api khusus ke puncak Vesuvius pada tahun 1880 yang banyak mengangkut kaum aristokrat. Jalur tersebut hancur sebanyak tiga kali karena aliran lava dan tidak dibangun lagi setelah letusan tahun 1944. Cook juga menghadapi ancaman dari orang-orang lokal Italia yang selama ini mendapatkan penghasilan dari mengangkut turis ke puncak gunung dengan kursi tandu.
Pelancong mengunjungi gunung berapi dengan beragam alasan, salah satunya ialah menyaksikan dari dekat kekuatan alam. Ketegangan menyaksikan dari dekat gunung api yang sedang meletus menarik jutaan orang tiap tahun untuk mengunjungi gunung-gunung aktif meletus, seperti Kilauea (Hawai), Stromboli (Italia), dan Arenal (Kosta Rika).
Namun, di balik pesonanya, berwisata ke Anak Krakatau tetaplah berbahaya. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono mengatakan, pada tahun 1980-an, pengajar di Institut Teknologi Bandung (ITB) dari Amerika Serikat (AS) tewas saat menyaksikan letusan Anak Krakatau.
Oleh karena itu, Ketua Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau Anton S Tripambudi mengingatkan agar wisatawan dan nelayan tetap mematuhi imbauan supaya tidak mendekati Anak Krakatau dalam radius 2 kilometer. Batasan jarak ini merujuk pada pengalaman saat Anak Krakatau terakhir meletus bisa melontarkan batu sejauh 1,5 kilometer, yakni sudah mencapai perairan di sekeliling pulau ini. Wisatawan dilarang mendarat ke Pulau Anak Krakatau.
"Untuk kasus Gunung Anak Krakatau (GAK) boleh didarati kalau statusnya aktif normal atau di Level I. Namun, begitu masuk Level II (Waspada), gunung api tidak boleh didekati," kata Anton.
Meski demikian, batas 2 kilometer itu kerap tidak digubris.
"Informasi dari orang-orang kapal, kadang dijumpai ada wisatawan, terutama orang asing, yang mendarat di GAK," kata Anton.
Pada pengujung Agustus 2011 pun terlihat beberapa wisatawan asing yang mendarat dan berkemah di Anak Krakatau meskipun larangan mendekati pulau gunung api itu di radius 2 km masih diberlakukan. Tak hanya itu, beberapa wisatawan lain terlihat berenang di air laut yang hangat.
Bahkan, saat status gunung ini dinaikkan menjadi Siaga (Level III) pada 30 September 2011, pengunjung yang hendak ke Krakatau tak juga berkurang. Aktivitas vulkanik di dalam dapur magma yang sangat tinggi beberapa pekan terakhir juga tak menimbulkan jeri pelancong.
Hayun, pengelola penginapan di Pulau Sebesi, Lampung Selatan, mengatakan, mayoritas wisatawan, utamanya wisatawan asing, yang berkunjung ke tempatnya mengaku tertantang melihat Anak Krakatau saat aktif dari dekat. Mereka tak cukup melihat semburan lava pijar dari kawah Anak Krakatau pada malam hari yang bisa dilihat dari Pulau Sebesi atau kompleks Kepulauan Krakatau.
Padahal, Krakatau sebenarnya tidak hanya keindahan letusan dan riwayatnya yang seram. Di Krakatau, pelancong tidak hanya bisa bertualang dan berkesempatan menyaksikan letusan saat-saat Krakatau memuntahkan isi perutnya, tetapi juga dapat menikmati flora dan fauna yang hidup di kepulauan itu.
Terlebih lagi, gugusan Kepulauan Krakatau yang luasnya 13.605 hektar ini masuk ke dalam kawasan cagar alam dan ditetapkan UNESCO sebagai warisan dunia (1991) dan merupakan laboratorium alam bagi teori suksesi.
Di Krakatau, pelancong bisa belajar bagaimana kehidupan tumbuh berkembang di daratan yang pernah steril dari kehidupan. Pelaku wisata dan pemerintah semestinya bisa cerdas menangkap peluang yang belum banyak tergarap ini
.
( Labels: , ) Read more
Best viewed on firefox 5+

Quote

Followers

Get Traffic Like Spam

Labels

teknologi (14) London (6) fenomena (4) google (4) jaringan (4) komputer (4) Detective Conan (3) Facebook (3) download (3) games (3) lubang hitam (3) terbaru (3) Bola (2) Musik (2) Smartphone (2) UBUNTU (2) Zunkerberg (2) alam (2) bima sakti (2) detective (2) gunung (2) krakatau (2) pengetahuan (2) server (2) Adele (1) Alex Sturrock (1) Attack (1) Barack Obama (1) Budaya (1) Bug (1) Deadly Kissing (1) Diablo 3 (1) Eropa (1) GNOME (1) Gletser Es (1) HIV/AIDS (1) Hacked (1) Hole (1) Intel (1) Internet (1) J-pop (1) Jepang (1) KDE (1) Linux (1) Movie (1) O'Reilly (1) Planet (1) Shark (1) Sony (1) Strategi (1) Subtitle (1) Tips (1) Video (1) War (1) Washington (1) Wisata (1) Xolo (1) action (1) angkasa (1) berita (1) bulan (1) charger (1) dinosaurus (1) fase bulan (1) fossil (1) gokil (1) hukum (1) iPad (1) imlek (1) kocak (1) learning (1) lost saga (1) lucu (1) media (1) opening (1) purba (1) resident evil (1) sejarah (1) sherlock holmes (1) spesies (1) teka-teki (1) trailer (1)
Copyright © Design by Hafiz Pradana Gemilang